Selamat Bergabung

Anda memasuki situs belajar bersama untuk maju bersama, berikan komentar anda pada materi kami.
Dilarang memberikan komentar yang berbau sara, penghasutan, porno, iklan

salam kami penulis

Anda pengunjung ke :

Senin, 25 Februari 2008

RINGKASAN MANAJEMEN RISIKO TINGKAT DUA

RINGKASAN MANAJEMEN RISIKO TINGKAT DUA


Sebelum saudara membaca dan mempelajari ringkasan ini, perlu di cari system atau methode belajar yang sesuai dengan keinginan saudara. Karena proses belajar yang sesuai dengan keinginan dan hati saudara akan membantu tekad dan semangat saudara untuk bisa.



Terlepas dari itu semua kami mencoba memberikan tips belajar yang sangat sederhana untuk saudara, itupun masih tergantung dengan kecocokan cara atau system ini.
Tips belajar :
Hafalkan dan mengertilah buku terdiri dari berapa BAB dan Apasaja.
Pelajari dan hafalkan pada masing2 BAB atas hal-hal, kata-kata, istilah yang asing dan penting pada bab itu.

Lakukan proses belajar dengan dibantu menulis. (tulislah yang saudara hafalkan)
Apabila terdapat waktu yang relatif cukup (panjang),

  • Ringkaslah per masing-masing bab pada kertas yang nantinya dapat dibaca kembali.
    Apabila masih ada waktu bacalah buku asli secara keseluruhan.
  • Selamat mencoba dan semoga sukses


BAB 1. PENGUKURAN DAN REGULASI RESIKO PASAR

  • Risiko pasar diukur dng berbagai cara tergantung pengguna dan instrumen yang digunakan. reder memerlukan informasi yang real time.
  • Pelaporan risiko dilakukan setiap hari oleh departemen yang independen terhadap management trading room.
  • Laporan risiko pada umumnya berdasar akhir hari (day-of-day) untuk kebutuhan management senior.
  • Perhitungan posisi risiko dapat dilakukan secara cepat dan akurat pada instrumen cash dan derevatif Sederhana (vanilla).
  • Pengukuran risiko derevatif harus mampu mengkonsolidasikan posisi risiko dari berbagai instrumen yang berbeda.
  • Pengukuran risiko derevatif dapat dilakukan dengan mengukur sensitivitas dari nilai portfolio instrumen terhadap harga pasar yang digunakan.
  • Sensitivitas merupakan ukuran pengaruh perubahan tertentu harga-harga terhadap nilai suatu portfolio.
  • Risiko tidak dapat diindikasikan apabila dua atau lebih harga bergerak secara bersamaan.
  • Option contrak memperkenalkan adanya Non-Linier.
  • Sensitivitas yang dihasilkan oleh Option Pricing adalah :
    Delta sensitivitas harga option,
    Gamma sensitivitas dari delta suatu option,
    Tetha sensitivitas harga option terhadap waktu,
    Rho sensitivitas harga option terhadap Suku Bunga dan
    Vega sensitivitas harga option terhadap perubahan volatilitas harga pasar.
  • Model Risiko Pasar yang digunakan antara lain :
    Konsolidasi risiko (Consulidations Risk), Model VaR (Value at Risk), Stress Testing.
  • Trader memiliki pandangan terfocus pada posisi risiko yang dimiliki sesuai dengan tanggung jawabnya.
  • Manajemen Senior dan Pengawas Bank melakukan monitoring posisi risiko bank secara keseluruhan, dng kepentingan untuk mengetahui potensi kerugian bank akibat adanya pergerakan harga pasar.
  • Penggunaan ukuran risiko yang berbeda untuk instrumen yang berbeda mengakibatkan risiko tidak dapat dikonsolidasikan secara konsisten.
  • Untuk mengantisipasi hal tsb diatas bank mengembangkan Model VaR (Value at Risk) yaitu untuk mengukur besarnya nilai yang memiliki risiko sebagai akibat dari kegiatan trading yang dilakukan Bank.
  • Angka VaR 99% mencerminkan suatu angka kerugian yang berdasarkan data historis tidak akan melebihi 99% skenario masa datang yang dihasilkan VaR.
  • Stress Testing = meneliti kejadian-kejadian tertentu yang berdampak sangat parah.
  • Model ini untuk melengkapi model VaR (Value at Risk) yang ada.
  • Market Risk Amandment (MRA) dipublikasikan pada bulan Januari 1996 dan diimplementasikan pada Akhir 1997.
  • MRA mendefinisikan Risiko Pasar adalah risiko terjadi kerugian pada posisi On dan Off Balance Sheet yang timbul karena pergerakan harga pasar.
  • MRA menetapkan syarat modal risiko pasar untuk :
    - instrumen yang terkait Suku Bunga dan Ekuitas pada Trading Book.
    - posisi valuta asing dan komoditas bank secara keseluruhan.
  • MRA = Trading Book suatu bank akan berdampak pada persyaratan modal Bank tsb.
  • Instrumen yang diperdagangkan pada Trading Book bersifat keuntungan jangka pendek akibat dari perubahan harga pasar.
  • Transaksi dialokasikan pada Trading dan Banking Book dilihat dari Tujuan Transaksi.
  • MRA menyatakan bahwa pengawas bank dinegara G10 melakukan monitoring bagaimana bank mengalokasikan transaksi diantara dua buku (Cerry-Pisking).
  • MRA memperkenalkan dua metode untuk menghitung modal yaitu Standardised Approach dan Internal Model Approach.
  • Standardised dalam MRA mencakup Risiko Suku Bunga, Risiko Ekuitas, Risiko Nilai Tukar dan Risiko Komoditas serta Options Contract (khusus).
  • Kelemahan Standardised Approach :
    - Tidak memberikan insentif yang cukup untuk memperbaiki sistem MR.
    - Kurang memperhatikan korelasi dan dampak antar portfolio.
    - Proposal-proposal yang tidak cocok.
  • 7 (Tujuh) standar yang harus dipenuhi untuk menggunakan Internal Model :
    Kriteria Umum pada sistem MR yang memadahi.
    Standar kualitatif penggunaan model.
    Pedoman penetapan harga pasar.
    Standar Kuantitatif untuk penetapan parameter statistik.
    Pedoman pelaksanaan stress testing.
    Prosedur validasi untuk pemantauan external.
    Aturan untuk menggunakan Internal Model.
  • Penggunaan Internal Model Approach menjadi tanggung jawab Pengawas Bank (Bank Sentral/Bank Indonesia).
  • Bank telah menggunakan Internal Model dilarang kembali menggunakan Santardised Approach kecuali dalam keadaan tertentu yang bersifat exceptional.
  • Beberapa perubahan risiko pasar dari MRA ke Basel II, yaitu
    1. Redifinisi dari trading books,
    2. Valuasi yang prudent,
    3. Penyesuaian perhitungan spisific risk pada Standardised Approach.

  • Jenis Modal Utama untuk mencover risiko pasar :
    - Tier 1 = setoran modal pemegang saham dan laba ditahan
    - Tier 2 = cadangan umum, berasal dari PPAP dan modal pinjaman.
    Keduanya menurut Basel Accord 1988, sedangkan menurut MRA tambahan pada,
    - Tier 3 = Pinjaman subordinasi jangka pendek.
  • Modal Tier 3 hanya dapat digunakan untuk mengcover risiko pasar, dengan kriteria :
    1. tidak dijaminkan,
    2. mempunyai jangka waktu <>
  • Penggunaan modal Tier 3 dibatasi sebesar 250% dari Tier 1, artinya 28,5% kebutuhan modal risiko pasar harus dicover oleh Tier 1.
  • PBI 5/12/2003 mempunyai 4 kriteria, yaitu :
    1. Mempunyai cabang diluar negeri.
    2. Mempunyai Asset > 10 Triliun.
    3. Bank Devisa dengan posisi trx derevatif pada trading book > 20 Milyar.
    4. Bank Non devisa dengan posisi trx derevatif pada trading book > 25 Milyar.
  • Bank yang telah melaporkan persyaratan modal risiko pasar harus tetap melaporkannya walaupun bank tersebut tidak lagi memenuhi kriteria.
  • Risiko yang diukur pada peraturan ini adalah
    - Risiko Suku Bunga pada Trading Book.
    - Risiko Nilai Tukar pada Trading dan Banking Book.
  • Trading Book didifinisikan seluruh posisi perdagangan bank pada instrumen keuangan On dan Off Balance Sheet, serta pada trx derevatif yang
    - dimiliki dan dijual kembali dlm jangka pendek
    - dimiliki untuk tujuan memperoleh keuntungan jangka pendek
    - timbul krn kegiatan perantara (brokering)
    - digunakan sebagai komponen hadging dari trading book.
  • Sertifikat Bank Indonesia tidak termasuk dalam perhitungan risiko pasar dan Obligasi Syariah bukan merupakan bagian dari trading book.
  • Bank wajib melaporkan perhitungan risiko pasar kepada Bank Indonesia secara Bulanan sebagai bagian dari prosedur pelaporan.

BAB 2. STANDARDISED APPROACH UNTUK MENGUKUR RISIKO PASAR

  • Persyaratan modal resiko suku bunga dinyatakan dengan 2 charge yaitu Specific Risk dan Genaral Market risk.
  • Spesific Risk menunjukkan risiko perubahan harga surat berharga kearah yang tidak diinginkan karena faktor tertentu yang terkait dengan penerbit (issuer) surat berharga tersebut.
  • Spesific Risk terkait dengan kualitas kredit (credit standing) dari penerbit surat berharga.
  • MRA telah menetapkan 5 kategori umum pengenaan charge bagi spesific risk
    Pemerintah Kapanpun 0.00%
    Kualifikasi Kurang dr 6 bulan 0.25%
    Kualifikasi 6 bulan s.d 24 bulan 1.00%
    Kualifikasi diatas 24 bulan 1.60%
    Lainnya Kapanpun 8.00%
  • Mendasarkan Basel II 5 kategori untuk Pemerintah, adalah
    AAA s.d AA Kapanpun 0.00%
    A+ s.d BBB Kurang dr 6 bulan 0.25%
    A+ s.d BBB 6 bulan s.d 24 bulan 1.00%
    A+ s.d BBB diatas 24 bulan 1.60%
    Lainnya Kapanpun 8.00%
  • Yang bertanggung jawab memonitor penerapan kualifikasi tersebut adalah Pengawas Bank (Bank Sentral/Bank Indonesia)
  • Capital charge untuk spesific risk secara total adalah jumlah dari seluruh charge yang dihitung untuk setiap kategori.
  • GMR (Sistematic/sistemic risk) adalah risiko terjadinya pergerakan harga pasar yang tidak diinginkan pada berbagai instrumen keuangan.
  • Metode perhitungan capital charge untuk GMR adalah Maturity Methode atau Durations Methode.
  • Kedua methode memiliki 4 komponen perhitungan capital charge, yaitu
    1. Net Long dan net short dlm trading book.
    2. Vertical Disallowance yaitu posisi yang matched dalam masing2 time band.
    3. Horisontal Disallowance yaitu posisi yang matched antar time band.
    4. Net charge untuk posisi options.
  • Korelasi adalah ukuran statistik yang menunjukan hubungan antara pergerakan dua variabel.
  • Posisi indung nilai (hedge) yang sempurna akan mempunyai korelasi -1 terhadap posisi underlying yang di hadge.
  • Dalam meturity methode, instrumen yang terkena risiko suku bunga, termasuk derevatif yang dialokasikan pada time band yang tepat berdasarkan tanggal jatuh tempo.
  • Instrumen untuk suku bunga tetap (fixed rate), jangka waktu yang tersisa adalah jangka waktu sampai dengan tanggal jatuh tempo.
  • Instrumen untuk suku bunga mengambang (floating rate), jangka waktu didasarkan pada sisa jangka waktu sampai dengan tanggal penetapan tingkat suku bunga berikut.
  • Duration method menghitung capital charge tingkat suku bunga bank dengan menggunakan sensitivitas instrumen underlaying dan bukan jumlah pokoknya.
  • Bank dapat melakukan off-setting posisi derevatif yang matched jika posisi tersebut memenuhi kriteria sbb :
    - mempunyai instrumen underlying yang sama
    - mempunyai national amount yang sama
    - dinyatakan dalam jenis mata uang yang sama
  • Capital charge risiko ekuitas untuk mengcover posisi ekuitas (saham) dalam trading book.
  • Posisi ekuitas dapat terkena spesific risk dan general market risk.
  • Posisi ini dihitung dengan cara meng-offset posisi long dan short ekuitas yang identik dan diperdagangkan pada pasar yang sama.
  • Charge untuk spesific risk dikenakan pada posisi long dan short secara total tanpa melakukan off-setting diantara keduanya disebut Posisi Gross. Capital charge ditetapkan sebesar 8%.
  • Capital charge risiko ekuitas total diperoleh dengan cara menjumlahkan total charge untuk spesific risk total charge untuk general market risk.
  • Capital charge untuk risiko nilai tukar dikenakan pada semua posisi yang ada pada bank secara keseluruhan, bukan hanya pada trading book saja.
  • Emas diperhitungkan pada risiko nilai tukar.
  • Komoditas didifinisikan oleh MRA sebagai produk fisik yang dapat diperdagangkan pada pasar sekunder.
  • Risiko komoditas lebih rumit dan mempunyai volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan risiko finacial lainnya karena posisi komoditas dapat terkena kejadian risiko yang tidak dialami oleh produk keuangan.
  • Basis risk – risiko bahwa hubungan harga antar komoditas berubah.
  • Carry risk – risiko bahwa biaya untuk mendanai posisi akan berubah karena adanya perubahan suku bunga.
  • Forward gap risk – risiko harga forward komoditas berubah karena diluar perubahan suku bunga.
  • Metoda standar untuk menghitung capital charge risiko komoditas : maturity ladder appraoch dan simplified approach.
  • Charge sebesar 15% dikenakan terhadap net position dari masing-masing komoditas.
  • Charge sebesar 3% dikenakan pada gap risk, basis risk dan carry risk dari setiap komoditas dari hasil penjualan tanpa dilakukan offsetting.
  • Bank yang secara aktif dalam melakukan trading pada pasar option – diharapkan untuk menggunakan Internal Model untuk menghitung capital charge.
  • Bank yang tidak secara aktif melakukan trading pada pasar option, terdapat 3 (tiga) metoda yaitu Simplifed Approach, Delta Plus Approach dan Scenario Approach.
  • Simplefed Approach digunakan oleh bank yang hanya membeli option.
  • Delta Plus Approach menciptakan posisi ekuivalen pada underlying yang diikutsertakan dalam perhitungan modal untuk General Market Risk maupun Spesific risk.
  • Sensitivitas yang terkait dalam Delta Plus : Delta, Gamma dan Vega.
  • Skenario Approach menggunakan analisis skenario untuk menangkap semua risiko kecuali Spesific Risk.
  • Capital untuk keseluruhan option berdasarkan pendekatan ini adalah hasil penjumlahan dari Gamma dan Charge terhadap volatilitas.

BAB 3. REPRICING SUKU BUNGA PADA BANKING BOOK

  • Tingkat bunga yang dibebankan bank untuk suatu pinjaman (kredit) atau yang dibayarkan untuk suatu simpanan ditentukan oleh faktor a.l :
    - Biaya dana (cost of fund)
    - margin yang dipersyaratkan
    - kondisi pasar
    - jangka waktu berlakunya suku bunga
  • Bank membebankan atau membayar bunga pada suatu produk untuk berbagai kisaran jangka waktu, dan tidak hanya untuk jangka waktu tertentu (term) pinjaman (kredit) atau simpanan.
  • Bank umum yang menawarkan berbagai jenis produk kredit dan simpanan pada berbagai suku bunga akan menemui kesulitan untuk memiliki perpect macth dalam melakukan repracing suku bunga kredit dan simpanan.
  • Repracing suku bunga dalam banking book diukur dengan konstruksi Repracing Ledder suku bunga.
  • Pasar wholesale adalah pasar dimana bank melakukan kontrak dengan bank lain, perusahaan besar, pemerintah dan lembaga pemerintah.
  • Net Mismacth menunjukkan open position suku bunga (Asset – Kewajiban) pada setiap periode waktu (time bucket).
  • Posisi Comulatif mismatch menunjukkan total open position antar jangka waktu dan dinyatakan sebagai posisi yang diperlukan untuk mengeleminasi cumulative net mismatch.
  • Repracing ladder untuk produk ritel lebih rumit dibanding pasar wholesale. Faktor penyebab kerumitan adalah sifat kontrak dan perilaku nasabah.
  • Pelunasan pinjaman sebelum jatuh tempo = voluntary prepayment.
  • Bank melakukan perbedaan antara repracing struktur tingkat suku bunga behavioral dan contractual dengan melakukan analisis statistik mengenai product balance.
  • Basel commite telah menerbitkan sebuah paper berjudul Principles for the management and supervision of interest rate risk pada bulan Juli 2004, memuat 15 prinsip 8 sub judul.
  • Salah satu yang mempengaruhi repricing pinjaman kepada nasabah adalah adanya perbedaan waktu antara perubahan suku bunga ritel dan wholesale.

BAB 4. METHODE PENGUKURAN DAN MANAGEMENT RISIKO LIKUIDITAS.

  • Risiko likuiditas adalah risiko tidak dapat terpenuhinya kewajiban pada saat kewajiban tersebut jatuh tempo.
  • Konsekuensi adalah harus melakukan penjualan asset, yang pada gilirannya dapat terjadi penjualan bank itu sendiri.
  • Manajemen risiko likuiditas merupakan area pengendalian yang penting tapi tidak tercakup dalam Basel II.
  • Terdapat dua konsep risiko likuiditas yang berbeda yaitu Likuiditas endogenous dan Likuiditas Exogenous.
  • Likuiditas Endogenous adalah likuiditas yang melekat pada asset itu sendiri.
  • Ciri likuiditas endogenous :
    - dapat cepat dijual di pasar likuid.
    - bid/offer spread (perbedaan jual dan beli aset) yang kecil
    - tidak terlalu dipengaruhi besarnya transaksi.
  • Likuiditas Exogenous (Funding liquidity) adalah likuiditas yang diciptakan melalui struktur kewajiban bank.
  • Pelaporan mismatch antara asset dan liabilitis dikenal dengan Liquidity Ledder.
  • Sekuritisasi Asset merupakan proses penerbitan surat berharga oleh bank, dimana :
    - pembayaran bunga dan pokok dari surat berharga tergantung pada arus kas.
    - bank telah mentransfer hak-hak untuk membayar bunga dan pokoknya kepada pemegang Surat berharga.
  • Proses sekuritisasi membuat aset sangat likuid dan memudahkan bank untuk mengelola neracanya, karena :
    - kekurangan modal,
    - kebutuhan untuk diversifikasi untuk kredit,
    - kebutuhan likuiditas dapat diakomodasi.

  • Likuiditas endogen dan eksogen dibutuhkan untuk menyusun contractual liquidity ledder dan bihavioral liquidity ladder.
  • Analisis skenario disusun oleh bank dan otoritas pengawas dengan menggunakan contractual dan bihavioral ladder.
    Asset/Aktiva = Retail (Mortage)/KPR
    Liabilitas/Kewajiban/Pasiva = Tabungan dan Giro
  • Repurchase Agreement (repo) adalah perolehan kas atas penjualan aset dengan perjanjian bahwa aset akan dibeli kembali oleh penjual pada tanggal dan harga yang disetujui.
  • Bank sentral atau otoritas pengawas umumnya mensyaratkan bank2 komersial yang beroperas diwilayah pengawasannya untuk memelihara aset dalam neracanya sejumlah minimun yang telah ditentukan.
  • Haircut berarti pengurangan nilai sebuah aset terhadap nilai pasarnya.
  • Aset2 likuid umumnya terdiri dari simpanan di bank sentral, surat utang pemerintah, surat berharga dari prime coutmumer, aset lainnya yang diperbolehkan.
  • Sejak krisis yang dialami Herstatt Bank, bank sentral dan otoritas pengawas memberikan perhatian terhadap kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
  • Perhitungan risiko suku bunga antar berbagai mata uang (cross currencies) tidak dimungkinkan karena tingkat bunga masing-masing mata uang bersifat independen terhadap mata uang lainnya.
  • Struktur pendanaan untuk mengukur likuiditas bank, maka otoritas pengawas akan mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, antara lain :
    - konsentrasi pendaan bank
    - memiliki komitment pinjaman sejumlah tertentu
    - memiliki komitmen untuk memberikan pinjaman
    - support guarantee dari bank induk

BAB 5. PENDEKATAN UNTUK MENGHITUNG MODAL RISIKO KREDIT

  • Terdapat 3 pendekatan untuk menghitung modal risiko kredit yaitu Standardised Approach, Fundation IRB Approach dan Advanced IRB Approach.
  • Standardised Approach pada Basel II tetap menggunakan minimum rasio modal 8% (sama dengan pada Basel I).
  • Public credit grade sangat terbatas keberadaannya, ini membatasi penerapan peringakat pada : Pemerintah, Perusahaan Besar, Bank dan Lembaga pemerintah.
  • Perbedaan perhitungan agunan pada Basel I ( Kas dan Surat Berharga), Basel II menambahkan Garansi dan Derevatif.
  • Penggunaan IRB mensyaratkan penggunaan 5 faktor risiko yaitu :
    - Probability of Default (PD)
    - Loss Given Devault (LGD)
    - Exposure at Devault (EAD)
    - Effective Maturity (M)
    - Size of the Company (S)
  • Perbedaan Foundation IRBA dengan Advanced IRBA terdapat pada persyaratan yang digunakan.
    - Foundation IRBA mensyaratkan untuk melakukan estimasi PD peminjam (borrower)
    Faktor risiko lain yang ada pada credit model disediakan oleh Pengawas.
    Menggunakan data sekurang-kurangnya 5 tahun.
    - Advanced IRBA mensyaratkan untuk melakukan perhitungan seluruh komponen.
    Menggunakan data sekurang-kurangnya 7 tahun
  • Bank yang akan menggunakan pendekatan IRBA Foundation maupun Advance, harus memenuhi 12 kriteria.
  • Bank dipersyaratkan menggunakan rating system disain yang mencakup :
    Dimensi rating, eksposur ritel, stuktur rating, kriteria rating, time horizon, penggunaan model dan dokumentasi.
  • Pada Struktur Rating bank diharuskan memiliki sekurangnya 8 peringkat PD, 7 kredit lancar dan 1 kredit macet.
  • Kriteria rating pada IRBA yang mensyaratkan harus dipenuhinya melakukan definisi rating :
    - memberikan hasil yg dapat diandalkan.
    - konsisten dalam penggunaan peringkat debitur
    - dapat menjelaskan pada pihak ke tiga
    - konsisten terhadap standar pemberian kredit dan kebijakan menangani debitur bermasalah
    - menggunakan informasi debitur terkini dan lengkap
  • Untuk proses verifikasi PD bank harus menggunakan sekurang-kurangnya data selama 5 th.
  • Dokumentasi pada rating sistem desain IRBA harus mencakup aspek :
    - Perubahan terhadap model
    - hasil supervisory review
    - metodologi, konstruksi dan validasi model
  • Bank dipersyaratkan membuat stress testing untuk uji kecukupan modal dan harus disetujui pengawas bank serta memasukan pengaruh perubahan dari :
    - perubahan ekonomi dan industri
    - kejadian yang terkait dng risiko pasar
    - kondisi likuiditas
  • Corporate governance mensyaratkan bahwa seluruh aspek material dari proses rating harus disetujui oleh direksi bank atau komite kredit.
  • Informasi yang dipersyaratkan dalam sebuah laporan risiko kredit a.l :
    - profil risiko berdasar peringkat kredit.
    - migrasi debitur dalam peringkat kredit.
    - perhitungan parameter terkait untuk masing2 peringkat
    - data historis yang diurutkan
  • Bank yang telah comply menggunakan Foundation IRBA seharusnya melakukan estimasi PD sekurangnya 3 tahun, sedangkan menggunakan Advanced IRB melakukan estimasi PD dan EAD sekurangnya 3 tahun.
  • Difinisi Default adalah kemungkinan counterparty tidak dapat memenuhi kewajibannya secara penuh tanpa memiliki jaminan selama 90 hari.
  • Perhitungan LGD untuk perusahaan, pemerintah dan eksposur bank dilakukan sekurangnya menggunakan data 7 tahun, sedangkan LGD ritel menggunakan data sekurangnya 5 tahun.
  • Exposure at Default (EAD) didifinisikan sebagai jumlah kewajiban yang timbul karena terjadinya default pada On dan Off balance sheet.
  • Bank yang menggunakan Foundation IRBA dan tidak melakukan sendiri perhitungan LGD dan EAD harus mengacu pada Standardized Approach agar agunan keuangan dapat diakui.
  • Residual Value Risk adalah eksposur bank terhadap potensial loss akibat berkurangnya nilai wajar aset yang dileasing (lebih rendah dari perkiraan nilai residu pada saat awal transaksi)
  • Agar bank layak untuk menggunakan pendekatan IRBA, maka bank harus memenuhi syarat pengungkapan yang terdapat dalam Pilar 3 Basel II.

BAB 6. STANDARDISED APPROACH UNTUK MENGUKUR RISIKO KREDIT

  • Standardised Approach yang terdapat dalam Basel II menggunakan serangkaian bobot risiko sebagaimana halnya Basel I.
  • Bobot risiko ini dapat digunakan untuk mengubah nilai nominal aktiva ke dalam nilai aktiva tertimbang menurut risiko (RWA) dalam perhitungan regulatory capital.
  • Untuk mendapatkan sensitivitas yang lebih besar terhadap risiko, Standardised Approach yang terdapat pada Basel II menetapkan suatu Grid yang terutama didasarkan pada kualitas kredit (credit standing) debitur.
  • Grid bobot risiko pada Basel II :
    Tagihan kepada Sovereign.
    - AAA s.d AA- 0%
    - A+ s.d A- 20%
    - BBB+ s.d BBB- 50%
    - BB+ s.d B- 100%
    - Dibwh B- dan Default 150%
    - Tidak ada peringkat 100%

    Tagihan kepada Bank lain berdasar Option 1
    - AAA s.d AA- 20%
    - A+ s.d A- 50%
    - BBB+ s.d BBB- 100%
    - BB+ s.d B- 100%
    - Dibwh B- dan Default 150%
    - Tidak ada peringkat 100%

    Tagihan kepada Bank lain berdasar Option 2
    - AAA s.d AA- 20%
    - A+ s.d A- 20%
    - BBB+ s.d BBB- 20%
    - BB+ s.d B- 50%
    - Dibwh B- dan Default 150%
    - Tidak ada peringkat 20%

    Tagihan kepada Korporasi
    - AAA s.d AA- 20%
    - A+ s.d A- 50%
    - BBB+ s.d BB- 100%
    - Dibwh BB- dan Default 150%
    - Tidak ada peringkat 100%

  • Bobot risiko pada produk ritel menurut Basel II adalah
    - Resedential mortages 35%
    - Ritel Lainnya 75%
  • Setelah neraca aktiva tertimbang menurut risiko disusun, modal risiko kredit yang dipersyaratkan dihitung dengan menerapkan suatu multiplier rasio modal.
  • Beberapa obligasi yang dikeluarkan oleh penerbit yang sama dapat memiliki peringkat yang berbeda karena faktor-faktor :
    - Persyaratan Hukum (legal cavenants)
    - proses penerbitan (undertaking)
    - jaminan (security) yang dapat mendukung obligasi tersebut
  • Pemeringkatan publik (public grading) utang debitur di pasar internasional didominasi oleh tiga lembaga pemeringkat yaitu :
    - Moody’s Investor Service,
    - Standard & Poor’s dan
    - Fitch Rating (FRA).
  • Basel II menetapkan 6 kriteria bagi suatu External Credit Assessment Institution (ECAI) atau disebut lembaga pemeringkat. Kriteria tersebut adalah :
    Kredibilitas, Resources, Obyektivitas, Disclosure, Independen, Transparansi.
  • Pada Basel II, dimungkinkan digunakannya 2 pendekatan pembobotan risiko terhadap tagiahan suatu bank kepada bank lain yaitu Option 1 dan Option 2.
  • Pendekatan Option 2 mirip dengan pendekatan untuk korporasi, dimana bobot risiko mencerminkan peringkat eksternal suatu bank.
  • Pendekatan Option 1 mempersyaratkan tagihan kepada bank lain diberikan peringkat satu kategori lebih rendah dari peringakat sovereign tempat bank berdomisili.
  • Penyempurnaan pada Basel II utamanya didasarkan pada banyaknya kewajiban korporasi yang dijamin dengan commercial real estate. Dalam Standardised Approach pengawas dimungkinkan untuk menurunkan bobot risiko hingga 50% apabila persyaratan ketat telah terpenuhi.
  • Counterparty yang memiliki peringkat dibawah B- mendapatkan bobot risiko sebesar 150%, hal tersebut oleh lembaga pemeringkat utama diklasifikasikan sebagai obligasi yang bersifat spikulatif dalam hal kemampuan membayar Pokok dan Bunga.
  • Proses pengalokasian modal untuk mengantisipasi terjadi kredit macet disebut Specific Provision.
  • Pada Basel II, suatu obligasi akan diberikan bobot risiko sebesar 150% jika :
    - Specific Provision tidak dilakukan terhadap kredit tersebut,
    - Salah satu dari pembayaran pokok atau bunga sudah jatuh tempo lebih dari 90 hari.
  • Jumlah kredit macet yang tidak dapat dipulihkan bank disebut Loss Given Default.
  • Pada Standardised Basel II, komponen Off Balance Sheet dapat dikonversi menjadi credit exposure equivalent dengan menggunakan Conversion Factor (CF)

BAB 7. PENDEKATAN UNTUK MENGHITUNG MODAL RISIKO OPERASIONAL

  • 3 model untuk menghitung modal risiko operasional, yaitu
    - Basic Indikator Approach (BIA)
    - Standardised Approach (SA)
    - Advanced Meansurement Approach (AMA)
  • Bank yang menggunakan metodologi yang kompleks dalam menghitung modal risiko operasional dipersyaratkan :
    - memahami risiko operasionalnya
    - memiliki data kerugian risiko operasional yang konsisten
    - memiliki tim risiko operasional yang dedicated
  • Indikator eksposur risiko merupakan faktor yang menunjukkan tingkat risiko yang dihadapi oleh bank, semakin tinggi nilai indikator eksposurnya, semakin tinggi risiko yang dihadapi.
  • BIA menggunakan total gross income bank sebagai indikator risiko. Tingkat modal risiko operasional yang dipersyaratkan dihitung dengan menggunakan prosentase tetap (fixed procentage) dari gross income.
  • BIA adalah metode perhitungan risiko operasional paling sederhana.
  • Sandardised Approach menggunakan 8 lini bisnis usaha dalam perhitungan modal risiko operasional. Gross income masing-masing lini usaha digunakan sebagai indikator risikonya.
  • Pada kondisi tertentu bank dapat menggunakan Alternatif Standardised Approach yang memungkinkan bank menggunakan pinjaman dan tagihan (Loans and Advances) sebagai pengganti gross income dari beberapa lini usaha.
  • Advance Meansurement Approach merupakan metode perhitungan risiko operasional paling canggih yang dapat digunakan oleh bank.
  • Pada AMA bank diperkenankan untuk menggunakan sistem pengukuran risiko Internal.
  • Metode internal yang umum digunakan, antara lain :
    - Internal Meansurement Approach.(IMA)
    - Loss Distribution Approach.(LDA)
    - Risk Driver and Control Approach (scorecard)(RDCA)
  • Metode AMA yang sering digunakan adalah Loss Distribution Approach (LDA) yang menggunakan Value at Risk (VaR), sedang LDA menggunakan OpVaR (Operasional Value at Risk) untuk menghitung modal risiko operasional sesuai yang dipersyaratkan Basel II.
  • Bank diharapkan dapat menggunakan metodologi yang sesuai dengan kompleksitas usaha serta profil risikonya.
    Pada umumnya bank menggunakan BIA, namun bank yang aktif secara internasional dan dng risiko operasional yang signifikan dipersyaratkan menggunakan Sendartdised Approach.
  • Bank tidak diperkenankan berganti metode perhitungan yang lebih rendah (sebelumnya) tanpa persetujuan pengawas bank (Bank Sentral/Bank Indonesia) .
  • Basel II memberikan keleluasaan bagi bank untuk menggunakan lebih dari satu metodologi untuk menghitung modal risiko operasional.
  • Pengawas bank akan membandingkan modal risiko operasional hasil perhitungan bank dengan modal risiko operasional dari bank yang berada dalam peer group yang menggunakan model yang sama, untuk menghasilkan perhitungan yang konsisten dan dapat diandalkan.
  • Berada dalam satu Peer Group artinya bank memiliki usaha dan profil yang serupa.
  • Berdasar Basel II pada SA, pengawas memiliki kewenangan untuk meminta seluruh bank memenuhi 2 kelompok kriteria yaitu :
    - Kriteria seluruh bank
    Bank harus memiliki fungsi dan sistem yang secara khusus ditetapkan untuk mendukung manajemen risiko operasional. Harus :
    Tepat guna, melibatkan SDM yang memadahi, pengawasan aktif direksi dan manajemen senior.
    - Kriteria khusus bagi bank internasional
    Bank harus memiliki sistem dan prosedur pengumpulan, penyimpanan, pemeliharaan dan pelaporan data internal yang terkait dengan menejemen risiko operasional. Harus :
    Relevan mencakup kerugian dan dikelompokkan sesuai lini bisnis, terintegrasi secara memadahi, pemantauan dan pengendalian profil risiko operasional bank, laporan internal secara rutin, dikaji dan divalidasi secara rutin.
  • Pada basel II, pengawas bertanggung jawab untuk menetapkan kriteria yang diperlukan. Pengawas memiliki kewenangan untuk menentukan kriteria yang dipersyaratkan untuk SA cukup memadahi digunakan sebagai kriteria Alternatif SA.
  • Ciri2 Alternatif SA adalah :
    - Gross income bukan merupakan indikator
    - elemen risiko kerugian telah diperhitungkan dalam struktur pricing produk ritel.
  • Bank yang akan menggunakan AMA harus memenuhi Kriteria Umum, Kriteria Kualitatif dan Kriteria Kuantitatif.
  • Berdasar kriteria umum, Bank yang akan menggunakan AMA harus meyakinkan pengawas bahwa bank setidaknya memiliki :
    - kerangka kerja risiko operasional mencakup manajemen, sistem dan model bersifat dedicated.
    - sistem dan prosedur pengumpulan, penyimpanan, pemeliharaan dan pelaporan internal dan eksternal mengenai risiko operasional.
  • Kerangka kerja operasional yang bersifat dedicated, harus :
    Tepat guna sesuai tujuan, melibatkan SDM yg memadahi, mendukung pengawasan aktif direksi dan manajemen senior.
  • Perubahan dari SA ke AMA harus melewati pemantauan, dengan tujuan utama adalah untuk menguji apakah hasil perhitungan model yang digunakan bank telah :
    - konsisten dengan hasil perhitungan peer group
    - sesuai dengan profil bank
  • Untuk memenuhi kriteria kualitatif pada model AMA bank harus :
    - memiliki fungsi manajemen risiko operasional yang idependen dan bertanggung jawab.
    - memiliki sistem pengukuran risiko operasional yang terintegrasi
    - memiliki prosedur pelaporan internal mengenai eksposur risiko operasional
    - memiliki sistem manajemen risiko operasional yang terdokumentasi
    - proses dan sistem manajemen risiko operasional dievaluasi secara rutin.
    - sistem manajemen risiko operasional disetujui oleh auditor eksternal atau pengawas bank
  • Kriteria kuantitatif diterapkan dua aspek, yaitu
    - model internal yang digunakan.
    - sistem dan data pendukung untuk penerapan model tersebut.
    · Scenario analisys dalam AMA digunakan untuk :
    - exposure bank terhadap kejadian yang dapat membawa dampak negatif yang signifikan
    - kerugian yang timbul dari berbagai kejadian yang terjadi secara bersamaan

BAB 8. BASIC INDIKATOR UNTUK MENGUKUR RISIKO OPERASIONAL

  • Modal yang diperlukan bank untuk mengantisipasi risiko opererasional merupakan hasil perhitungan rata-rata gross income 3 (tiga) tahun terakhir.
  • Total Gross income adalah indikator besaran eksposur yang digunakan untuk Basic Indikator Approach.
  • Prosentase yang digunakan formula BIA adalah ALPHA ditetapkan besarnya 15%
  • Keterbatasan BIA adalah :
    - asumsi yang digunakan proposi dari besaran gross income.
    - tidak membedakan profil risiko (high margin/low volume atau low margin/high volume)
    - tidak ada pencadangan yang dibentuk
    - gross income jauh lebih sederhana dibanding ATMR
  • Gross Income adalah jumlah dari net interest income dan net non-interest income.
  • Yang tidak termasuk dalam gross income :
    - Provisi
    - Biaya-biaya operasional
    - keuntungan/kerugian penjualan surat berharga pada banking book
    - kejadian luar biasa
    - kerugian operasional
    - pendapatan asuransi
  • Jika salah satu tahun dlm periode 3 tahun memiliki negative gross income, maka tahun terseut tidak dipehitungkan dan rata-rata dihitung dari tahun lainnya dalam periode itu.
  • Pada QIS 3, Bassel Commite menetapkan angka Alpha Multiplier sebesar 15%.

BAB 9. STANDARDISED APPROACH UNTUK MENGUKUR RISIKO OPERASIONAL

  • Kebutuhan modal risiko operasional pada Standardised Approach, dengan :
    - pembagian suatu bank dengan 8 lini usaha.
    - penggunaan gross income untuk setiap lini usaha sebagai indikator risiko operasional yang
    dihadapi pada setiap lini usaha
  • Gross Income untuk satu lini usaha dikalikan dengan faktor yang disebut Beta.
  • Delapan lini usaha tersebut adalah :
    Corporate Finance 18%
    Trading and Sales 18%
    Retail Banking 12%
    Commercial Banking 15%
    Payment and Settlement 18%
    Agancy Service 15%
    Asset Management 12%
    Retail Brokerage 12%
  • Besarnya Beta untuk lini usaha bervariasi, a.l
    - Asset Management, Retail Banking dan Retail Brokerage 12%
    - Comercial Banking dan Agency Service 15%
    - Corporate Finance , Payment and Sattlement dan Trading and Sales 18%
  • Pada Standardised ini Negative Gross Income tetap diperhitungakan dengan nilai 0 (nol)
  • Difinisi Tingkat 1 dan tingkat 2 untuk sruktur lini usaha pada Sandardised Approach, adalah :
    Tingkat 1
    Tingkat 2
    Corporate Finance
    Corporate Finance
    Municipal Goverment Finance
    Merchant Banking
    Advisory Service
    Trading and Sales
    Sales
    Market Making
    Proprietary Positions
    Treasury
    Retail Banking
    Retail Banking
    Private Banking
    Card Service
    Commercial Banking
    Commercial Banking
    Payment and Sattlement
    External Clients
    Agency Services
    Custody
    Corporate Agency
    Corporate Trust
    Asset Management
    Discretionary Fund Management
    Non-DiscretionaryFund Management
    Retail Brokerage
    Retail Brokerage

  • Angka Beta untuk masing-masing lini usaha pada dasarnya merupakan faktor bobot risiko.
  • Pada Alternative SA modal risiko operasional untuk lini Commercial Banking dan Retail Banking dihitung dengan total Pinjaman dan Tagihan (Loans and Advances) dng angka Beta.
  • Pendekatan menggunakan Alternative SA gross income dapat digantikan dengan besaran Pinjaman dan Tagihan (Loans and Advances)
  • Hasilnya dikalikan dengan faktor “m” sebesar 0,035.

BAB 10. STATISTIK UNTUK MENGUKUR RISIKO FINANCIAL

  • Methode statistik digunakan untuk mengestimasi kemungkinan munculnya suatu kejadian dimasa datang.
  • Risiko financial dapat didefinisikan sebagai estimasi perubahan faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan hasil yang tidak diinginkan (bad outcome)
  • Satu cara untuk menggambarkan perubahan-perubahan harga adalah dengan membentuk Binomial Tree
  • Penetapan limit risiko suatu produk didasarkan pada sejumlah faktor sbb :
    - Ketersediaan modal
    - return on capital
    - pentinganya rencana bisnis bank
    - kualitas dan pengalaman trader
  • Alat ukur statistik adalah Angka rata-rata (Central Tendency) dan Dispersi.
  • Angka rata-rata :
    Arithmatic mean yaitu ukuran rata2 dari sejumlah angka yang berada dlm satu kelompok
    Modus (mode) yaitu angka yang paling sering muncul
    Median yaitu nilai tengah dari sekelompok angka yang disusun secara urut.
  • Dispersi merupakan tingkatan dimana angka-angka cenderung untuk terdistribusi disekitar nilai rata-rata.
    Range yaitu selisih angka tertinggi dan terendah dalam suatu kelompok angka
    Standar Deviasi yaitu ukuran sebaran kelompok nilai dari mean kelompok nilai tersebut.
  • Pada distribusi normal kurang lebih 68%, angka dalam suatu kelompok data akan berada diantara 1 dan -1.
  • Pada distribusi normal kurang lebih 95% berada diantara 2 dan -2
  • Pada distribusi normal kurang lebih 99% berada diantara 3 dan -3Faktor utama dalam penyusunan distribusi adalah Volatilitas Historis.

Minggu, 24 Februari 2008

Sertifikasi Manajemen Risiko

Latar Belakang
  • Meningkatnya risiko yang dihadapi perbankan yang disebabkan oleh semakin berkembangnya kondisi perbankan dengan pesat dan semakin kompleksnya kegiatan usaha perbankan.
  • Risiko yang semakin kompleks membutuhkan praktek good corporate governance dan fungsi manajemen risiko bagi kegiatan usaha bank.
  • Pengurus dan pejabat bank harus memiliki kompetensi dan keahlian dalam menjalankan fungsi manajemen risiko, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko sesuai dengan tujuan Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
  • Diperlukan syarat minimum dan standarisasi kompetensi serta keahlian bagi pengurus dan pejabat bank sesuai dengan kompleksitas usahanya.


Tujuan
  • Menghasilkan sumber daya manusia yang qualified dan memiliki kompetensi di bidang manajemen risiko serta standar profesi dan kode etik yang baik untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko dan corporate governance perbankan Indonesia.

Kewajiban Bank
  • Menerapkan Manajemen Risiko secara efektif dan mengisi jabatan Komisaris dan Manajer Risiko Bank dengan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidang Manajemen Risiko.
  • Komisaris dan Manajer Risiko Bank wajib memiliki Sertifikat Manajemen Risiko yang merupakan salah satu aspek penilaian faktor kompetensi dalam Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (fit and proper test).
  • Menyusun rencana dan melaksanakan program pengembangan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kompetensi dan keahlian di bidang Manajemen Risiko yang dituangkan dalam rencana bisnis Bank, dimulai sejak tahun 2006.





Jumat, 22 Februari 2008

SKAI E-Learning

SKAI e-learning

Sebagai sarana komunitas e-learning Gratis, Karena disadari banyak sekali ilmu pengetahuan yang jarang didapat dari lembaga-lembaga pendidikan, namun menjadi tuntutan para profesional untuk pengembangan kapasitas diri.

Salah satu contoh Sertifikasi manajemen risiko,
Bank Indonesia mengharuskan bank-bank untuk menerapkan Manajemen Risiko sejalan dengan kerangka penerapan standar Basel II.

Harus diakui bahwa, sesungguhnya, industri perbankan adalah suatu industri yang sarat dengan risiko, terutama karena melibatkan pengelolaan uang masyarakat dan diputar dalam bentuk berbagai investasi, seperti pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga dan penanaman dana lainnya.

Dengan begitu, dapat dikatakan, bahwa semua kegiatan bank, baik yang berasal dari aktiva maupun pasiva mengandung berbagai jenis risiko, baik itu risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas maupun risiko-risiko lainnya. Besar kecilnya risiko itu akan sangat tergantung pada berbagai factor yang terkait, misalnya kemampuan dan kejelian manajemen dalam mengelola hal itu.

Karenanya, untuk meminimalisir risiko-risiko yang dihadapi, maka manajemen bank harus memiliki keahlian dan kompetensi yang memadai, sehingga berbagai risiko yang berpotensi muncul dapat diantisipasi dari awal, dan dicari cara penangananya secara lebih baik. Diharapkan, risiko yang muncul akan dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga potensi kerugian yang akan diderita dapat ditekan seminimal mungkin.

Wadah diskusi diharapkan bila kita menghadapi permasalahan dapat diinformasikan melalui situs ini dan bila ada yang mengetahui solusi, dapat memberikan komentar.